Selasa, 14 Juli 2015

Integrasi Antar Etnik Dalam Menjaga Harmonisasi Sosial

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
     Kebijakan yang sentralistik yang diterapkan oleh rezim Orde Baru serta pengawalan ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak pasca Reformasi di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara-bangsa serta betapa kentalnya prasangka antar kelompok dan betapa rendahnya sikap saling pengertian antar kelompok itu. Konflik horizontal dalam lingkup kecil seperti perkelahian antar warga suatu hal yang mudah terjadi, bahkan dalam masyarakat yang homogen sekalipun. Namun, ketika konflik kecil seperti percekcokan antara warga telah melibatkan prasangka etnik, sehingga dapat memicu konflik-konflik yang lebih besar. Hal ini berangkat dari upaya oleh orang-orang tertentu dengan mengembankan basis nilai-nilai negatif satu kelompok atas kelompok lain. Beberapa kejadian yang telah terjadi karena pengusiran etnik budaya di berbagai wilayah seperti di Aceh, Sampit, Poso, Ambon dan daerah lainnya. Suatu pertanda bahwa kesatuan dan keutuhan negeri Indonesia berada pada posisi yang cukup genting. Berbagai upaya menyelamatkan negeri ini dari kehancuran yang dilakukan oleh Pemerintah, belum banyak membawa hasil (Hamzah, 2011).
     Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi pada kesatuan nasional. Keberagaman masyarakat menimbulkan persoalan bagaimana masyarakat Indonesia secara horizontal saling menghormati dan menghargai kebudayaan. Sementara stratifikasi sosial sebagaimana diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, akan memberi batasan pada integrasi nasional yang bersifat vertikal. Proses integrasi yang terjadi akan mengakibatkan suatu masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk berinteraksi, karena interaksi sangat diperlukan dalam proses integrasi tersebut.
     Integrasi terjadi karena adanya proses interaksi. Dalam proses interaksi tersebut baik antara manusia dan manusia maupun manusia dengan lingkungan, jika tidak terjalin suatu kesepakatan atau hubungan yang harmonis maka harapan-harapan yang diinginkan tidak akan terlaksana.
     Secara umum integrasi antar etnik adalah suatu proses penyesuaian karakter dan perilaku manusia secara perlahan-lahan. Bila terjadi penyesuaian baik dari aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi, integrasi dapat tercapai tentu dengan berbagai pertimbangan.
     Indonesia pun merupakan masyarakat majemuk karena mencakup berbagai etnik atau suku. Masing-masing etnik mempunyai kebudayaan tersendiri yang menjadi identitasnya. Kemajemukan inilah yang mengancam dasar keutuhan masyarakat. Akan tetapi, keutuhan masyarakat dapat terjaga ketika terdapat kesatuan cita-cita dan pendapat mengenai nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Dasar-dasar nilai inilah yang menjadi faktor pengikat atau faktor integrasi masyarakat.
     Heterogenitas etnik ditandai oleh adanya pemukiman yang dihuni oleh berbagai etnik dalam satu komunitas yang kompleks. Dalam kondisi ini berpotensi untuk munculnya konflik antar etnik, namun di sisi lain harmonisasi dapat terjaga ketika integrasi terjadi tanpa harus berbenturan dengan budaya dari etnik lainnya. Dalam konteks yang lebih kecil, integrasi masyarakat dapat dilihat di daerah Sulawesi Tengah pada umumnya dan Kabupaten Parimo pada khususnya. Salah satu fenomena konkrit terdapat pola integrasi yang terjadi, yakni di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong yang terdapat berbagai kelompok etnik masyarakat secara horizontal. Walaupun secara sosiologis terdapat beragam etnik, yakni ada lima etnik diantaranya kaili, Jawa, Bali, Bugis dan Tator, integrasi pun tetap tercipta. Berbeda halnya dengan desa-desa lain yang ada di Kecamatan Kasimbar, pemukiman masyarakat di Desa kasimbar menjadi salah satu desa yang berbaur antara etnik satu dengan lainnya. Pemukiman masyarakatnya tidak tersegregasi seperti masyarakat desa lainnya, dimana setiap etniknya tergabung dalam lingkup satu RT maupun dusun tertentu. Dengan kata lain, daerah yang multietnis ini dapat hidup berdampingan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dikatakan bahwa harmonisasi sosial dapat terjaga. Salah satu proses maupun bentuk integrasi antar etnik di Desa Kasimbar, yakni adanya sikap saling menghargai terhadap warga etnik lainnya serta terjadinya perkawinan lintas etnik. Pada dasarnya masyarakat tidak mempersoalkan permasalahan tersebut, karena mereka menganggap bahwa terjalinnya perkawinan lintas etnik akan menghapus image yang negatif terhadap salah satu etnik lainnya. kondisi seperti ini yang menjadikan harmonisasi sosial masyarakat desa Bonemarawa tetap terjaga.
     Hal inilah yang yang menjadi perhatian penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Integrasi Antar Etnik Dalam Menjaga Harmonisasi Sosial Di Desa Kasimbar, Kecamatan Kasimbar, Kabupaten Parigi Motong”.
1.2 Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, maka yang menjadi pusat perhatian dalam  penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimana proses dan bentuk integrasi antar etnik pada masyarakat di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong?
2.    Bagaimana integrasi antar etnik dapat menjaga harmonisasi sosial di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.    Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa dengan adanya integrasi antar etnik dapat menjaga harmonisasi sosial dalam masyarakat, sehingga dapat mengurangi konflik pada masyarakat tersebut. Namun secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah:
a.    Untuk mengetahui gambaran tentang proses dan bentuk integrasi antar etnik pada masyarakat di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong.
b.    Untuk mengetahui integrasi antar etnik dapat menjaga harmonisasi sosial di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong.  
2.    Manfaat Penelitian
          Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai:
a.    Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong berkaitan terhadap pengambilan kebijakan serta pada masyarakat baik dalam hal integrasi antar etnik demi terjaganya harmonisasi sosial.
b.    Dapat memberi nilai tambah ilmu pengetahuan bagi penulis untuk secara kreatif khususnya menyangkut masalah integrasi serta dapat menjadi bahan referensi penelitian yang sama di masa yang akan datang.





1.4Sistematika Pembahasan
Rencana skripsi ini akan disusun dalam lima bab yang selanjutnya dirinci kedalam beberapa sub-bab, secara keseluruhan merupakan satu komponen yang menjalin satu komposisi pembahasan yang serasi. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab satu adalah pendahuluan, yang terdiri dari beberapa sub-bab yakni latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab dua, adalah memuat kajian pustaka dan definisi konsep. Dalam kajian pustaka berisi tentang interaksi sosial, paguyuban (Gemeinscaft), pengertian integrasi dan harmonisasi sosial serta masyarakat dan etnik.
Bab tiga, memuat tentang metode penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, lokasi penelitian, unit analisis dan informan,teknik pengumpulan data serta interpretasi data.
Bab empat, merupakan hasil dan pembahasan yang memuat deskripsi lokasi penelitian serta mengenai proses dan bentuk integrasi antar etnik dan harmonisasi sosial sebagai wujud integrasi antar etnik di Desa Kasimbar.
Bab lima, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran yang berkenan dengan objek penelitian.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Interaksi Sosial
Dalam kehidupan masyarakat terdapat interaksi sosial, karena interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial. Young dan Raymond (dalam Soekanto, 2007:54) menyatakan bahwa:
“Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.”
Interaksi sosial pun merupakan dasar proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Dengan demikian interaksi sosial adalah syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, karena menyangkut hubungan-hubungan sosial antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekanto (2007:62) yang menyatakan bahwa:
“Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antar individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.”
Interaksi sosial tak akan mungkin terjadi apabila manusia melakukan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan tersebut. Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila masing-masing ditinjau secara lebih mendalam, faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi posistifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian imitasi mengakibatkan pula terjadinya hal-hal yang negatif, misalnya seseorang meniru tindakan-tindakan yang menyimpang. Dalam hal ini, imitasi dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang.
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama dengan imitasi, tetapi titik tolaknya berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda emosi, yang menghambat daya berpikirnya secara rasional.
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam dibanding proses imitasi dan sugesti, walaupun ada kemungkinan bahwa ada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan atau sugesti.
Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerjasama dengannya. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan ketika faktor saling mengerti terjamin.
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial. Akan tetapi, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat sebagai berikut: pertama, adanya kontak sosial yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yakni antar individu, antara individu dengan kelompok serta antar kelompok. Selain itu, suatu kontak sosial dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung. Kedua adanya komunikasi, yakni seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
               Adapun Soekanto (2007:65) menyatakansebagai berikut:
“Bentuk-bentuk dalam interaksi sosial ada empat, yakni kerjasama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi (accomodation)dan bahkan juga dapat berbentuk pertentangan atau pertikaian (konflik)”.
Dalam kehidupan tidak ada satupun manusia yang dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Hal inilah yang melahirkan adanya interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat.         
2.1.2 Paguyuban (Gemeinscaft)
Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama, dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah ditakdirkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis.
Di dalam gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu kemauan bersama, ada suatu pengertian serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota suatu paguyuban, pertentangan tersebut tidak akan dapat diatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tonnies (dalam Soekanto, 2007:118) menyatakan bahwa:
“Suatu paguyuban mempunyai beberapa ciri pokok sebagai berikut: pertamaintimate, yakni hubungan menyeluruh yang mesra. Keduaprivate, yakni hubungan yang bersifat pribadi atau khusus untuk beberapa orang saja. Ketiga exclusive, yakni hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain diluar “kita”.
Adapun tipe-tipe paguyuban yakni sebagai berikut:
1.    Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yakni gemeinscaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan.
2.    Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yakni suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong.
3.    Paguyuban karena jiwa-pikiran (gemeinschaft of mind), yang merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggal yang berdekatan, tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama atau ideologi yang sama.   
2.1.3 Integrasi dan Harmonisasi Sosial
Integrasi merupakan suatu proses dimana kelompok-kelompok sosial tertentu dalam masyarakat saling menjaga keseimbangan untuk mewujudkan kedekatan-kedekatan antar hubungan sosial, budaya dan ekonomi. Secara konseptual, integrasi sosial adalah suatu proses terjadinya persatuan dan kesatuan anggota masyarakat yang berbeda-beda. Peristiwa ini terjadi apabila unsur-unsur kesamaan kepentingan dan kebutuhan pada suatu objek sosial tertentu dalam kehidupan masyarakat.
Usaha penyesuaian diri pada ide-ide, pola-pola sosial budaya dan etika pergaulan secara tingkat kebutuhan sosial ekonomi pada suatu anggota masyarakat lainnya merupakan integrasi sosial. Dalam hal ini, masing-masing individu maupun kelompok yang bersangkutan ingin mencapai tujuan yang direncanakan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Duverger (2003:310) bahwa:
“Integrasi sosial sebagai dibangunnya interdependensi yang lebih rapat antar bagian-bagian dari organisme hidup atau antara anggota-anggota dalam masyarakat. Integrasi karena itu adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi suatu kota yang harmonis, yang didasarkan pada tatanan yang oleh anggota-anggotanya dianggap sama harmonisnya”.

Dalam sebuah integrasi pada suatu suku bangsa merupakan kesatuan dari seluruh budaya mendukung budaya itu. Namun didalam sebuah hubungan yang terjalin pada dasarnya sulit untuk melakukan suatu kerjasama sehingga dalam kehidupan apapun karena hanya ada suatu tenggang rasa antara satu sama lainnya untuk tidak sampai terjadi suatu persengketaan sosial, sehingga dibutuhkan sebuah integrasi untuk membangun sebuah hubungan yang baik antara masyarakat yang berada dalam suatu lingkungan.  
Dalam kehidupan masyarakat tentunya terdapat berbagai perbedaan-perbedaan didalamnya. Jika perbedaan itu dipadukan untuk menuju suatu kebulatan, maka akan tercipta suatu keharmonisan dalam suatu kemasyarakatan. Kebulatan atau keutuhan anggota kelompok dapat dicapai bila terdapat unsur-unsur kesamaan kepentingan atau kebutuhan anggota pada suatu objek sosial tertentu dalam masyarakat.
Terjadinya integrasi sosial menyebabkan kelangsungan hidup kelompok akan terjamin, walaupun ada perbedaan-perbedaan. Dengan demikian, integrasi sosial merupakan suatu proses untuk mempertahankan kelangsungan hidup kelompok. Hal ini akan mencerminkan suatu keadaan harmonisasi dalam kehidupan kelompok akan terjamin. Dengan demikian, sesungguhnya integrasi sosial itu dapat dicapai secara sistem sosial. Akan tetapi, sistem sosial cenderung bergerak dalam bentuk keseimbangan untuk menjaga kestabilan atau dengan kata lain mengarah pada keharmonisasian sosial. 
2.1.4 Masyarakat dan Etnik
Manusia merupakan mahluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi oleh hubungan yang berkesinambungan terdapat dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam kawasan yang ditetapkan dan dibimbing oleh satu budaya yang dikembangkan bersama.
Manusia selalu hidup berkembang secara berkelompok atau bermasyarakat. Manusia tidak akan berkembang dan mengalami kemajuan tanpa adanya dukungan dari orang lain. Ia saling membutuhkan satu sama lain dan karena itulah memungkinkan terbentuknya atau munculnya sebuah kehidupan berkelompok yang didalamnya terjalin hubungan atau interaksi. Hal ini sejalan dengan pendapat Syani (2007:30) sebagai berikut:
“Masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertamamemandang community sebagai unsur statis, artinya community terbentuk dalam suatu wadah/tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat yang ditandai pula oleh adanya hubungan sosial. kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia”.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa masyarakat terbentuk karena adanya suatu wadah kehidupan sekelompok orang tersebut dan terdapat hubungan sosial didalamnya yang ditandai dengan adanya perasaan-perasaan sosial, nilai-nilai, norma-norma yang timbul akibat dari adanya pergaulan hidup. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Selanjutnya Comte (dalam Syani, 2007: 31) menyatakan bahwa:
“Masyarakat merupakan kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia sehingga tanpa adanya kelompok,manusia tidak akan mampu dapat berbuat banyak dalam kehidupannya”.
Adapun definisi masyarakat oleh Shadily (dalam Syani, 2007:31) sebagai berikut:
“Masyarakat dapat didefinisikan sebagai golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”.
Dari beberapa pengertian diatas mengenai masyarakat, memberikan gambaran bahwa masyarakat bukan hanya sekedar sekumpulan manusia yang hidup atau mendiami suatu wilayah, akan tetapi harus ditandai pula dengan adanya hubungan atau pertalian satu sama lainnya. Hidup bersama dalam arti bermasyarakat bagi manusia adalah sangat penting. Hal ini dikarenakan manusia tidak dapat hidup sendiri secara berkelanjutan apabila ternyata dapat hidup bersama dengan manusia lain dalam masyarakat.
Adapun masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Dalam setiap masyarakat pula terdapat lapisan sosial, karena setiap masyarakat mempunyai sikap menghargai yang tertentu terhadap bidang-bidang kehidupan yang tertentu pula. Himpunan orang-orang yang merasa dirinya tergolong pada lapisan sosial tertentu, yang diakui masyarakat itu dinamakan kelas sosial. Masing-masing kelas sosial punya kebudayaannya masing-masing, yang menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap diri anggota-anggotanya. Perbedaan-perbedaan inilah yang mengidentifikasi kebudayaan mereka dengan istilah etnik. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanderson (2000:355) mengemukakan bahwa:
“Definisi etnik digunakan untuk mengacu suatu kelompok atau kategori sosial yang perbedaannya terletak pada kriteria kebudayaan, bukan biologis”.
Kemudian Barth (1998:11) memberikan ciri-ciri suatu kelompok etnik sebagai berikut:
“Pada umumnya kelompok etnik dikenal sebagai populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri serta menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain”.
Dari pengertian diatas, disimpulkan bahwa kelompok etnik lebih memberikan batasan pada suatu kelompok yang sadar memiliki suatu kebudayaan dan seiring ditandai dengan adanya suatu bahasa.
 Adapun dua pendekatan terhadap identitas etnik yakni pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan objektif melihat sebuah kelompok etnik sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri budayanya seperti bahasa, agama, atau asal-usul kebangsaan. Sedangkan dari perpektif subjektif merumuskan etnisitas sebagai suatu proses dalam mana orang-orang mengalami atau merasakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnik dan diidentifikasi demikian oleh orang lain (Mulyana dan Rakhmat, 2006).
Pada umumnya kelompok etnik tersebut, dapat hidup bersama dengan kelompok etnik lain. Latar belakang kebudayaan yang berbeda, termasuk bahasa dan pola prilaku yang tertuang dalam adat masing-masing etnik bukan merupakan halangan dalam proses integrasi.



2.2 Definisi Konsep
Integrasi merupakan sebuah konsep yang sangat penting, sehingga seluruh masyarakat secara berkesinambungan diberikan pokok pikiran tentang ciri sikap dalam konsep integrasi tersebut. Nilai-nilai Pancasila inilah yang merupakan salah satu wahana sekaligus inspirasi fundamental untuk mencapai cita-cita itu. Sejak dahulu masyarakat Indonesia telah dikampanyekan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah sama, sehingga masyarakat dengan berbagai perbedaan etnik maupun budaya dianggap bersaudara. Dengan demikian, akan terpola secara seimbang kepada masyarakat untuk diwujudkan dalam kehidupan antar sesama kelompok etnik atau yang berbeda. Penyebaran paham dan nilai Pancasila sebagai konsep ideal cita-cita integrasi tersebut, telah membangun kesadaran bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk hidup bersama dalam perbedaan.
Salah satu yang menjadi ruang bertemunya berbagai etnik dalam suatu daerah yakni adanya program transmigrasi. Pada umumnya, kegiatan transmigrasi membantu mempercepat terwujudnya pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Dalam hal ini, bersamaan dengan pelaksanaan program transmigrasi dapat memungkinkan terjadinya transformasi budaya. Dengan demikian, dimungkinkan juga muncul kebudayaan yang bersifat kontemporer atau campuran. Dengan artian, dimungkinkan akan muncul kebudayaan masa kini atau kebudayaan campuran.
Kondisi masyarakat inilah yang terdorong untuk berbaur dengan berbagai etnik lainnya, meski diperhadapkan dengan kehidupan heterogen yang berbeda latar belakang kebudayaan. Perbedaan-perbedaan baik individu maupun kebudayaan tidak membuat mereka merasa terpinggirkan dalam pergaulan hidup, justru sebaliknya memaksa mereka agar tetap bisa bertahan hidup dalam kehidupan masyarakat heterogen tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup pun menjadi salah satu faktor yang menjadikan mereka mampu berinteraksi dengan masyarakat etnik lainnya, sehingga tidak begitu mementingkan perbedaan-perbedaan kebudayaan diantara mereka. Integrasi inilah yang dapat mewujudkan harmonisasi sosial pada masyarakat di daerah tersebut. Jika hal ini dipelihara secara berkesinambungan oleh masyarakat, maka memungkinkan sulit terbukanya keran konflik.








BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran mengenai bentuk dan proses terjadinya integrasi antar etnik, dengan unsur-unsur pokok yang harus diketahui sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran mengenai integrasi antar etnik dalam menjaga harmonisasi sosial di desa Kasimbar.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, 2010). Dalam penelitian ini yang akan diamati atau dipahami adalah masyarakat dengan segala aktivitasnya yang menunjang terjadinya integrasi antar etnik.
Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Dengan metode kualitatif, maka akan dapat diperoleh data yang lebih tuntas dan pasti sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi (Sugiyono, 2012).
Adapun langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:


a.    Studi Kepustakaan
Studi pustaka berguna untuk menjajaki keadaan di lapangan dengan maksud untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori serta informasi yang berkaitan dengan objek penelitian, yakni wujud harmonisasi sosial melalui integrasi antar etnik di Desa Kasimbar. Hal ini dilakukan dengan cara menjelajahi referensi berupa buku-buku maupun sumber lainnya.
b.    Penelitian Lapangan
Segala sesuatu yang akan dicari dari objek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya serta hasil yang diharapkan karena rancangan penelitian masih bersifat sementara. Oleh karena itu, akan berkembang setelah peneliti memasuki objek penelitian. Metode ini dilakukan agar memperoleh data penelitian yang bersifat primer dan sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian. 
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah tempat dimana manusia melakukan kegiatan tertentu. Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong. Penentuan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa Desa Kasimbar menjadi salah satu desa yang memiliki masyarakat multi etnik di Kecamatan Kasimbar.



3.3 Unit Analisis dan Informan
Unit analisis penelitian ini adalah individu yaitu orang-orang yang berada dalam lingkungan Desa Kasimbar yang terdiri dari beberapa etnik, yakni Jawa, Bali, Bugis, Mandar, Tator, gorontalo dan Kaili. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Kasimbar, jumlah penduduk 2.312 jiwa. Oleh karena jumlah penduduk yang cukup besar, maka penentuan informan dilakukan dengan bentuk purposive sampling. Hal ini dilakukan dengan memilih dan menetapkan beberapa informan yang dapat memberikan data dan informasi yang akurat terkait dengan masalah penelitian, yakni berjumlah 21 orang, masing-masing etnik Aceh 1 orang, Jawa 6 orang, Bali 2 orang, Bugis 4 orang, Mandar 1 orang, Tator 1 orang, NTT 1 orang dan Kaili 5 orang. Selain informan tersebut, peneliti juga menjaring informasi melalui informan kunci yakni Kepala Desa dan tokoh agama.
3.4    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah (Natural setting). Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a.    Pengamatan (Observasi)
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian di lapangan, yakni proses dan bentuk integrasi antar etnik serta harmonisasi sosial yang terjaga. Dengan observasi di lapangan, peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial.
b.    Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, maka peneliti akan melakukan wawancara secara langsung dengan para informan. Dengan wawancara mendalam, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan informasi, keterangan, fakta, pendapat serta tanggapan mengenai wujud harmonisasi sosial melalui integrasi antar etnik yang terjadi di Desa Kasimbar.
c.    Dokumentasi
Pada tahap pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi ini merupakan cara mengumpulkan data dengan memanfaatkan hasil/gambar yang diambil saat berada di lapangan atau pada saat penulis melakukan penelitian.Pada teknik ini, penulis mengambil gambar dari apa yang hendak diteliti dan dianalisis, seperti pada saat wawancara penulis atau kegiatan-kegiatan lainnya yang bias melengkapi data dari hasil penelitian penulis.



3.5 Interpretasi Data
Setelah mengumpulkan seluruh data yang memiliki kesesuaian dengan objek penelitian, maka penulis kemudian mengelola data tersebut untuk dijadikan jawaban dari penelitian dengan menggunakan metode kualitatif.
Secara kualitatif, data akan dikelola dengan menganalisis gambaran mengenai hubungan-hubungan yang terjadi dalam proses integrasi antar etnik di desa Kasimbar. Hasil dari pengolahan panduan observasi dan wawancara serta dokumentasi dapat menunjang jawaban dari masalah penelitian.










RENCANA ISI SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
1.2   Rumusan Masalah
1.3   Tujuan dan Kegunaan Penilitian
1.4   Sistematika Pembahasan

BAB II KERANGKA ACUAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Interaksi Sosial
2.1.2 Paguyuban (Gemeinscaft)
2.1.3 Integrasi dan Harmonisasi Sosial
2.1.4 Masyarakat dan Etnik
2.2 Definisi Konsep

BAB III METODE PENELITIAN
            3.1 Jenis Penelitian
            3.2 Lokasi Penelitian
            3.3 Populasi dan Sampel
            3.4 Teknik Pengumpulan Data
            3.5 Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  HASIL
4.1.1        Sejarah Singkat Desa Kasimbar
4.1.2        Keadaan Geografis
4.1.3        Keadaan Demografis
4.1.4        Keadaan Sosial, Budaya dan Ekonomi
4.2  PEMBAHASAN
                  4.1.4    Interaksi Sosial
           4.1.2    Paguyuban (Gemeinscaft)
           4.1.3    Integrasi dan Harmonisasi Sosial
           4.1.4    Masyarakat dan Etnik

BAB V PENUTUP
            5.1 Kesimpulan.
            5.2 Saran-Saran

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
BIODATA PENULIS






PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas Informan
1. Nama                              :
2. Umur                              :
3. Pekerjaan                        :
4. Agama                            :
5. Etnis                               :
B. Pertanyaan
1.    Bagaimana toleransi antar umat beragama di Desa Kasimbar.
2.    Apakah ada kebudayaan dari etnis tertentu yang mendominasi di desa Kasimbar?.
3.    Bagaimana pendapat dalam melihat hubungan yang terjadi antar warga masyarakat dalam bertetangga.
4.    Apakah warga masyarakat disini dalam pergaulan terjadi pengelompokkan sesuai dengan etnis mereka.
5.    Bagaimana etnis-etnis tersebut melakukan hubungan dengan etnis lainnya.
6.    Dalam hubungan tersebut, kendala-kendala apa yang dapat menyebabkan hubungan diantara mereka tidak baik.
7.    Faktor-faktor apa yang menunjang terjadinya hubungan yang baik dengan warga masyarakat dari etnis lainnya.
8.    Pada hubungan tersebut, kondisi yang menentukan terhadap proses integrasi antar etnis di Desa Kasimbar?.
9.    Bagaimana integrasi antar etnik bisa terjalin di Desa Kasimbar.
10.     Bagaimana bentuk-bentuk integrasi antar etnik di Desa Kasimbar.
11.     Apa pendapat mengenai wujud harmonisasi dalam masyarakat.
12.     Apakah ada kecenderungan terjadinya konflik antar etnik di Desa Kasimbar.
13.     Bagaimana pendapat mengenai konflik tersebut.
14.    Bagaimana bentuk penyelesaian yang digunakan warga terhadap konflik yang terjadi.
15.     Bagaimana sikap dalam menjaga harmonisasi sosial di Desa Kasimbar.?