BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Kebijakan
yang sentralistik yang diterapkan oleh rezim Orde Baru serta pengawalan ketat
terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk
memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan
secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak pasca
Reformasi di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa
kebersamaan yang dibangun dalam Negara-bangsa serta betapa kentalnya prasangka
antar kelompok dan betapa rendahnya sikap saling pengertian antar kelompok itu.
Konflik horizontal dalam lingkup kecil seperti perkelahian antar warga suatu
hal yang mudah terjadi, bahkan dalam masyarakat yang homogen sekalipun. Namun,
ketika konflik kecil seperti percekcokan antara warga telah melibatkan
prasangka etnik, sehingga dapat memicu konflik-konflik yang lebih besar. Hal
ini berangkat dari upaya oleh orang-orang tertentu dengan mengembankan basis
nilai-nilai negatif satu kelompok atas kelompok lain. Beberapa kejadian yang
telah terjadi karena pengusiran etnik budaya di berbagai wilayah seperti di
Aceh, Sampit, Poso, Ambon dan daerah lainnya. Suatu pertanda bahwa kesatuan dan
keutuhan negeri Indonesia berada pada posisi yang cukup genting. Berbagai upaya
menyelamatkan negeri ini dari kehancuran yang dilakukan oleh Pemerintah, belum
banyak membawa hasil (Hamzah, 2011).
Struktur
masyarakat Indonesia yang majemuk menimbulkan persoalan tentang bagaimana
masyarakat Indonesia terintegrasi pada kesatuan nasional. Keberagaman
masyarakat menimbulkan persoalan bagaimana masyarakat Indonesia secara
horizontal saling menghormati dan menghargai kebudayaan. Sementara stratifikasi
sosial sebagaimana diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, akan memberi batasan pada
integrasi nasional yang bersifat vertikal. Proses integrasi yang terjadi akan
mengakibatkan suatu masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk
berinteraksi, karena interaksi sangat diperlukan dalam proses integrasi
tersebut.
Integrasi terjadi
karena adanya proses interaksi. Dalam proses interaksi tersebut baik antara
manusia dan manusia maupun manusia dengan lingkungan, jika tidak terjalin suatu
kesepakatan atau hubungan yang harmonis maka harapan-harapan yang diinginkan tidak
akan terlaksana.
Secara
umum integrasi antar etnik adalah suatu proses penyesuaian karakter dan
perilaku manusia secara perlahan-lahan. Bila terjadi penyesuaian baik dari
aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi, integrasi dapat tercapai tentu dengan
berbagai pertimbangan.
Indonesia pun
merupakan masyarakat majemuk karena mencakup berbagai etnik atau suku.
Masing-masing etnik mempunyai kebudayaan tersendiri yang menjadi identitasnya.
Kemajemukan inilah yang mengancam dasar keutuhan masyarakat. Akan tetapi, keutuhan
masyarakat dapat terjaga ketika terdapat kesatuan cita-cita dan pendapat
mengenai nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Dasar-dasar nilai inilah
yang menjadi faktor pengikat atau faktor integrasi masyarakat.
Heterogenitas
etnik ditandai oleh adanya pemukiman yang dihuni oleh berbagai etnik dalam satu
komunitas yang kompleks. Dalam kondisi ini berpotensi untuk munculnya konflik
antar etnik, namun di sisi lain harmonisasi dapat terjaga ketika integrasi
terjadi tanpa harus berbenturan dengan budaya dari etnik lainnya. Dalam konteks
yang lebih kecil, integrasi masyarakat dapat dilihat di daerah Sulawesi Tengah
pada umumnya dan Kabupaten Parimo pada khususnya. Salah satu fenomena konkrit
terdapat pola integrasi yang terjadi, yakni di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar
Kabupaten Parigi Moutong yang terdapat berbagai kelompok etnik masyarakat
secara horizontal. Walaupun secara sosiologis terdapat beragam etnik, yakni ada
lima etnik diantaranya kaili, Jawa, Bali, Bugis dan Tator, integrasi pun tetap
tercipta. Berbeda halnya dengan desa-desa lain yang ada di Kecamatan Kasimbar,
pemukiman masyarakat di Desa kasimbar menjadi salah satu desa yang berbaur
antara etnik satu dengan lainnya. Pemukiman masyarakatnya tidak tersegregasi
seperti masyarakat desa lainnya, dimana setiap etniknya tergabung dalam lingkup
satu RT maupun dusun tertentu. Dengan kata lain, daerah yang multietnis ini
dapat hidup berdampingan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dikatakan bahwa
harmonisasi sosial dapat terjaga. Salah satu proses maupun bentuk integrasi
antar etnik di Desa Kasimbar, yakni adanya sikap saling menghargai terhadap
warga etnik lainnya serta terjadinya perkawinan lintas etnik. Pada dasarnya
masyarakat tidak mempersoalkan permasalahan tersebut, karena mereka menganggap
bahwa terjalinnya perkawinan lintas etnik akan menghapus image yang negatif terhadap salah satu etnik lainnya. kondisi
seperti ini yang menjadikan harmonisasi sosial masyarakat desa Bonemarawa tetap
terjaga.
Hal inilah
yang yang menjadi perhatian penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Integrasi Antar Etnik Dalam Menjaga Harmonisasi
Sosial Di Desa Kasimbar, Kecamatan Kasimbar, Kabupaten Parigi Motong”.
1.2 Perumusan
Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, maka yang
menjadi pusat perhatian dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses dan bentuk integrasi antar etnik
pada masyarakat di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong?
2. Bagaimana integrasi antar etnik dapat menjaga harmonisasi
sosial di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong?
1.3 Tujuan dan
Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bahwa dengan adanya integrasi antar etnik dapat menjaga harmonisasi
sosial dalam masyarakat, sehingga dapat mengurangi konflik pada masyarakat
tersebut. Namun secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui gambaran tentang proses dan bentuk
integrasi antar etnik pada masyarakat di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten
Parigi Moutong.
b. Untuk mengetahui integrasi antar etnik dapat menjaga
harmonisasi sosial di Desa Kasimbar Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan
dapat dijadikan sebagai:
a. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong berkaitan terhadap pengambilan kebijakan
serta pada masyarakat baik dalam hal integrasi antar etnik demi terjaganya
harmonisasi sosial.
b. Dapat memberi nilai tambah ilmu pengetahuan bagi
penulis untuk secara kreatif khususnya menyangkut masalah integrasi serta dapat
menjadi bahan referensi penelitian yang sama di masa yang akan datang.
1.4Sistematika
Pembahasan
Rencana skripsi ini akan disusun dalam lima bab yang
selanjutnya dirinci kedalam beberapa sub-bab, secara keseluruhan merupakan satu
komponen yang menjalin satu komposisi pembahasan yang serasi. Adapun
sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab satu adalah pendahuluan, yang terdiri dari
beberapa sub-bab yakni latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab dua, adalah memuat kajian pustaka dan definisi
konsep. Dalam kajian pustaka berisi tentang interaksi sosial, paguyuban (Gemeinscaft), pengertian integrasi dan
harmonisasi sosial serta masyarakat dan etnik.
Bab tiga, memuat tentang metode penelitian yang
terdiri atas jenis penelitian, lokasi penelitian, unit analisis dan informan,teknik pengumpulan data serta interpretasi data.
Bab empat, merupakan hasil dan pembahasan yang
memuat deskripsi lokasi penelitian serta mengenai proses dan bentuk integrasi
antar etnik dan harmonisasi sosial sebagai wujud integrasi antar etnik di Desa
Kasimbar.
Bab lima, merupakan bab penutup yang memuat
kesimpulan dan saran yang berkenan dengan objek penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Interaksi Sosial
Dalam
kehidupan masyarakat terdapat interaksi sosial, karena interaksi sosial
merupakan bentuk umum dari proses sosial. Young dan Raymond (dalam Soekanto,
2007:54) menyatakan bahwa:
“Interaksi
sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi, tak
akan mungkin ada kehidupan bersama.”
Interaksi
sosial pun merupakan dasar proses sosial, yang menunjuk pada hubungan-hubungan
sosial yang dinamis. Dengan demikian interaksi sosial adalah syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, karena menyangkut hubungan-hubungan
sosial antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia maupun antar
orang perorangan dengan kelompok manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat
Soekanto (2007:62) yang menyatakan bahwa:
“Interaksi
sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antar
individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.”
Interaksi
sosial tak akan mungkin terjadi apabila manusia melakukan hubungan yang
langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem
syarafnya, sebagai akibat hubungan tersebut. Berlangsungnya suatu proses
interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti,
identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri
secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila masing-masing ditinjau
secara lebih mendalam, faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi posistifnya adalah bahwa imitasi
dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
berlaku. Namun demikian imitasi mengakibatkan pula terjadinya hal-hal yang
negatif, misalnya seseorang meniru tindakan-tindakan yang menyimpang. Dalam hal
ini, imitasi dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan daya kreasi
seseorang.
Faktor
sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu
sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Jadi
proses ini sebenarnya hampir sama dengan imitasi, tetapi titik tolaknya
berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima
dilanda emosi, yang menghambat daya berpikirnya secara rasional.
Identifikasi
sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam
diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya
lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk
atas dasar proses ini. Berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya
pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam dibanding proses imitasi dan sugesti,
walaupun ada kemungkinan bahwa ada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi
dan atau sugesti.
Proses
simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada
pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting,
walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain
dan untuk bekerjasama dengannya. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam
suatu keadaan ketika faktor saling mengerti terjamin.
Hal-hal
tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang menjadi dasar bagi berlangsungnya
proses interaksi sosial. Akan tetapi, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat sebagai berikut: pertama, adanya kontak sosial yang dapat berlangsung dalam tiga
bentuk, yakni antar individu, antara individu dengan kelompok serta antar kelompok.
Selain itu, suatu kontak sosial dapat pula bersifat langsung maupun tidak
langsung. Kedua adanya komunikasi,
yakni seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Adapun
Soekanto (2007:65) menyatakansebagai berikut:
“Bentuk-bentuk
dalam interaksi sosial ada empat, yakni kerjasama (cooperation), persaingan (competition),
akomodasi (accomodation)dan bahkan
juga dapat berbentuk pertentangan atau pertikaian (konflik)”.
Dalam
kehidupan tidak ada satupun manusia yang dapat hidup sendiri tanpa adanya
bantuan dari orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Hal inilah yang
melahirkan adanya interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat.
2.1.2 Paguyuban (Gemeinscaft)
Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama, dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah
serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa
kesatuan batin yang memang telah ditakdirkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga
bersifat nyata dan organis.
Di
dalam gemeinschaft atau paguyuban
terdapat suatu kemauan bersama, ada suatu pengertian serta juga kaidah-kaidah
yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi
pertentangan antara anggota suatu paguyuban, pertentangan tersebut tidak akan
dapat diatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan karena adanya hubungan
yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tonnies (dalam Soekanto, 2007:118)
menyatakan bahwa:
“Suatu paguyuban mempunyai
beberapa ciri pokok sebagai berikut: pertamaintimate,
yakni hubungan menyeluruh yang mesra. Keduaprivate,
yakni hubungan yang bersifat pribadi atau khusus untuk beberapa orang saja. Ketiga exclusive, yakni hubungan tersebut
hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain diluar “kita”.
Adapun
tipe-tipe paguyuban yakni sebagai berikut:
1. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yakni gemeinscaft
atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau
keturunan.
2. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yakni suatu paguyuban yang terdiri dari
orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling
tolong-menolong.
3. Paguyuban karena jiwa-pikiran (gemeinschaft of mind), yang merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tak
mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggal yang berdekatan, tetapi mereka
mempunyai jiwa dan pikiran yang sama atau ideologi yang sama.
2.1.3 Integrasi
dan Harmonisasi Sosial
Integrasi merupakan suatu proses dimana
kelompok-kelompok sosial tertentu dalam masyarakat saling menjaga keseimbangan
untuk mewujudkan kedekatan-kedekatan antar hubungan sosial, budaya dan ekonomi.
Secara konseptual, integrasi sosial adalah suatu proses terjadinya persatuan
dan kesatuan anggota masyarakat yang berbeda-beda. Peristiwa ini terjadi apabila
unsur-unsur kesamaan kepentingan dan kebutuhan pada suatu objek sosial tertentu
dalam kehidupan masyarakat.
Usaha penyesuaian diri pada ide-ide, pola-pola
sosial budaya dan etika pergaulan secara tingkat kebutuhan sosial ekonomi pada
suatu anggota masyarakat lainnya merupakan integrasi sosial. Dalam hal ini,
masing-masing individu maupun kelompok yang bersangkutan ingin mencapai tujuan
yang direncanakan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Duverger (2003:310)
bahwa:
“Integrasi
sosial sebagai dibangunnya interdependensi
yang lebih rapat antar bagian-bagian dari organisme hidup atau antara
anggota-anggota dalam masyarakat. Integrasi karena itu adalah proses
mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi suatu kota yang
harmonis, yang didasarkan pada tatanan yang oleh anggota-anggotanya dianggap
sama harmonisnya”.
Dalam sebuah integrasi pada suatu suku bangsa
merupakan kesatuan dari seluruh budaya mendukung budaya itu. Namun didalam sebuah
hubungan yang terjalin pada dasarnya sulit untuk melakukan suatu kerjasama
sehingga dalam kehidupan apapun karena hanya ada suatu tenggang rasa antara
satu sama lainnya untuk tidak sampai terjadi suatu persengketaan sosial,
sehingga dibutuhkan sebuah integrasi untuk membangun sebuah hubungan yang baik
antara masyarakat yang berada dalam suatu lingkungan.
Dalam kehidupan masyarakat tentunya terdapat
berbagai perbedaan-perbedaan didalamnya. Jika perbedaan itu dipadukan untuk
menuju suatu kebulatan, maka akan tercipta suatu keharmonisan dalam suatu
kemasyarakatan. Kebulatan atau keutuhan anggota kelompok dapat dicapai bila
terdapat unsur-unsur kesamaan kepentingan atau kebutuhan anggota pada suatu
objek sosial tertentu dalam masyarakat.
Terjadinya integrasi sosial menyebabkan kelangsungan
hidup kelompok akan terjamin, walaupun ada perbedaan-perbedaan. Dengan
demikian, integrasi sosial merupakan suatu proses untuk mempertahankan
kelangsungan hidup kelompok. Hal ini akan mencerminkan suatu keadaan
harmonisasi dalam kehidupan kelompok akan terjamin. Dengan demikian, sesungguhnya
integrasi sosial itu dapat dicapai secara sistem sosial. Akan tetapi, sistem
sosial cenderung bergerak dalam bentuk keseimbangan untuk menjaga kestabilan
atau dengan kata lain mengarah pada keharmonisasian sosial.
2.1.4 Masyarakat
dan Etnik
Manusia
merupakan mahluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta
alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan,
keinginan dan sebagainya manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Pola interaksi oleh hubungan yang berkesinambungan terdapat
dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat adalah sekumpulan manusia
yang berinteraksi dalam kawasan yang ditetapkan dan dibimbing oleh satu budaya
yang dikembangkan bersama.
Manusia
selalu hidup berkembang secara berkelompok atau bermasyarakat. Manusia tidak
akan berkembang dan mengalami kemajuan tanpa adanya dukungan dari orang lain.
Ia saling membutuhkan satu sama lain dan karena itulah memungkinkan
terbentuknya atau munculnya sebuah kehidupan berkelompok yang didalamnya
terjalin hubungan atau interaksi. Hal ini sejalan dengan pendapat Syani
(2007:30) sebagai berikut:
“Masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut
pandang. Pertamamemandang community sebagai unsur statis, artinya community terbentuk dalam suatu
wadah/tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan bagian dari
kesatuan-kesatuan masyarakat yang ditandai pula oleh adanya hubungan sosial. kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut
suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antar
manusia”.
Definisi
tersebut menjelaskan bahwa masyarakat terbentuk karena adanya suatu wadah
kehidupan sekelompok orang tersebut dan terdapat hubungan sosial didalamnya
yang ditandai dengan adanya perasaan-perasaan sosial, nilai-nilai, norma-norma
yang timbul akibat dari adanya pergaulan hidup. Masyarakat adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Selanjutnya Comte (dalam Syani, 2007: 31) menyatakan bahwa:
“Masyarakat merupakan
kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang
menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang
tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia
sehingga tanpa adanya kelompok,manusia tidak akan mampu dapat berbuat banyak
dalam kehidupannya”.
Adapun
definisi masyarakat oleh Shadily (dalam Syani, 2007:31) sebagai berikut:
“Masyarakat
dapat didefinisikan sebagai golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang
dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh
kebatinan satu sama lain”.
Dari
beberapa pengertian diatas mengenai masyarakat, memberikan gambaran bahwa
masyarakat bukan hanya sekedar sekumpulan manusia yang hidup atau mendiami
suatu wilayah, akan tetapi harus ditandai pula dengan adanya hubungan atau
pertalian satu sama lainnya. Hidup bersama dalam arti bermasyarakat bagi
manusia adalah sangat penting. Hal ini dikarenakan manusia tidak dapat hidup
sendiri secara berkelanjutan apabila ternyata dapat hidup bersama dengan
manusia lain dalam masyarakat.
Adapun
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan
sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.
Dalam setiap masyarakat pula terdapat lapisan sosial, karena setiap masyarakat
mempunyai sikap menghargai yang tertentu terhadap bidang-bidang kehidupan yang
tertentu pula. Himpunan orang-orang yang merasa dirinya tergolong pada lapisan
sosial tertentu, yang diakui masyarakat itu dinamakan kelas sosial.
Masing-masing kelas sosial punya kebudayaannya masing-masing, yang menghasilkan
kepribadian yang tersendiri pula pada setiap diri anggota-anggotanya. Perbedaan-perbedaan
inilah yang mengidentifikasi kebudayaan mereka dengan istilah etnik. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sanderson (2000:355) mengemukakan bahwa:
“Definisi etnik
digunakan untuk mengacu suatu kelompok atau kategori sosial yang perbedaannya terletak
pada kriteria kebudayaan, bukan biologis”.
Kemudian
Barth (1998:11) memberikan ciri-ciri suatu kelompok etnik sebagai berikut:
“Pada umumnya kelompok etnik
dikenal sebagai populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan
bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan
dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri serta
menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat
dibedakan dari kelompok populasi lain”.
Dari
pengertian diatas, disimpulkan bahwa kelompok etnik lebih memberikan batasan
pada suatu kelompok yang sadar memiliki suatu kebudayaan dan seiring ditandai
dengan adanya suatu bahasa.
Adapun dua pendekatan terhadap identitas etnik
yakni pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan objektif melihat
sebuah kelompok etnik sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari
kelompok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri budayanya seperti bahasa,
agama, atau asal-usul kebangsaan. Sedangkan dari perpektif subjektif merumuskan
etnisitas sebagai suatu proses dalam mana orang-orang mengalami atau merasakan
diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnik dan diidentifikasi
demikian oleh orang lain (Mulyana dan Rakhmat, 2006).
Pada
umumnya kelompok etnik tersebut, dapat hidup bersama dengan kelompok etnik
lain. Latar belakang kebudayaan yang berbeda, termasuk bahasa dan pola prilaku
yang tertuang dalam adat masing-masing etnik bukan merupakan halangan dalam
proses integrasi.
2.2 Definisi Konsep
Integrasi
merupakan sebuah konsep yang sangat penting, sehingga seluruh masyarakat secara
berkesinambungan diberikan pokok pikiran tentang ciri sikap dalam konsep
integrasi tersebut. Nilai-nilai Pancasila inilah yang merupakan salah satu
wahana sekaligus inspirasi fundamental untuk mencapai cita-cita itu. Sejak
dahulu masyarakat Indonesia telah dikampanyekan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia adalah sama, sehingga masyarakat dengan berbagai perbedaan etnik maupun
budaya dianggap bersaudara. Dengan demikian, akan terpola secara seimbang
kepada masyarakat untuk diwujudkan dalam kehidupan antar sesama kelompok etnik
atau yang berbeda. Penyebaran paham dan nilai Pancasila sebagai konsep ideal
cita-cita integrasi tersebut, telah membangun kesadaran bagi seluruh masyarakat
Indonesia untuk hidup bersama dalam perbedaan.
Salah
satu yang menjadi ruang bertemunya berbagai etnik dalam suatu daerah yakni
adanya program transmigrasi. Pada umumnya, kegiatan transmigrasi membantu
mempercepat terwujudnya pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi serta
stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Dalam hal ini, bersamaan dengan
pelaksanaan program transmigrasi dapat memungkinkan terjadinya transformasi
budaya. Dengan demikian, dimungkinkan juga muncul kebudayaan yang bersifat
kontemporer atau campuran. Dengan artian, dimungkinkan akan muncul kebudayaan
masa kini atau kebudayaan campuran.
Kondisi
masyarakat inilah yang terdorong untuk berbaur dengan berbagai etnik lainnya,
meski diperhadapkan dengan kehidupan heterogen yang berbeda latar belakang
kebudayaan. Perbedaan-perbedaan baik individu maupun kebudayaan tidak membuat
mereka merasa terpinggirkan dalam pergaulan hidup, justru sebaliknya memaksa
mereka agar tetap bisa bertahan hidup dalam kehidupan masyarakat heterogen
tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup pun menjadi salah satu faktor yang menjadikan
mereka mampu berinteraksi dengan masyarakat etnik lainnya, sehingga tidak
begitu mementingkan perbedaan-perbedaan kebudayaan diantara mereka. Integrasi
inilah yang dapat mewujudkan harmonisasi sosial pada masyarakat di daerah
tersebut. Jika hal ini dipelihara secara berkesinambungan oleh masyarakat, maka
memungkinkan sulit terbukanya keran konflik.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Jenis
Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran mengenai bentuk dan
proses terjadinya integrasi antar etnik, dengan unsur-unsur pokok yang harus
diketahui sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, maka digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran mengenai
integrasi antar etnik dalam menjaga harmonisasi sosial di desa Kasimbar.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian (Moleong, 2010). Dalam penelitian ini yang akan diamati atau dipahami
adalah masyarakat dengan segala aktivitasnya yang menunjang terjadinya
integrasi antar etnik.
Dengan menggunakan metode kualitatif, maka data yang
didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan
penelitian dapat dicapai. Dengan metode kualitatif, maka akan dapat diperoleh
data yang lebih tuntas dan pasti sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi
(Sugiyono, 2012).
Adapun langkah-langkah penelitian yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Studi pustaka berguna untuk menjajaki keadaan di
lapangan dengan maksud untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori serta
informasi yang berkaitan dengan objek penelitian, yakni wujud harmonisasi
sosial melalui integrasi antar etnik di Desa Kasimbar. Hal ini dilakukan dengan
cara menjelajahi referensi berupa buku-buku maupun sumber lainnya.
b. Penelitian Lapangan
Segala sesuatu yang akan dicari dari objek
penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya serta hasil yang
diharapkan karena rancangan penelitian masih bersifat sementara. Oleh karena
itu, akan berkembang setelah peneliti memasuki objek penelitian. Metode ini
dilakukan agar memperoleh data penelitian yang bersifat primer dan sekunder
yang berkaitan dengan objek penelitian.
3.2 Lokasi
Penelitian
Lokasi adalah tempat dimana manusia melakukan
kegiatan tertentu. Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kasimbar Kecamatan
Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong. Penentuan lokasi ini dengan pertimbangan
bahwa Desa Kasimbar menjadi salah satu
desa yang memiliki masyarakat multi etnik di Kecamatan Kasimbar.
3.3 Unit
Analisis dan Informan
Unit
analisis penelitian ini adalah individu yaitu orang-orang yang berada dalam
lingkungan Desa Kasimbar yang terdiri dari beberapa etnik, yakni Jawa, Bali,
Bugis, Mandar, Tator, gorontalo
dan Kaili. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Kasimbar, jumlah penduduk 2.312 jiwa. Oleh karena jumlah
penduduk yang cukup besar, maka penentuan informan dilakukan dengan bentuk purposive sampling. Hal ini dilakukan
dengan memilih dan menetapkan beberapa informan yang dapat memberikan data dan
informasi yang akurat terkait dengan masalah penelitian, yakni berjumlah 21
orang, masing-masing etnik Aceh 1 orang, Jawa 6 orang, Bali 2 orang, Bugis 4
orang, Mandar 1 orang, Tator 1 orang, NTT 1 orang dan Kaili 5 orang. Selain
informan tersebut, peneliti juga menjaring informasi melalui informan kunci
yakni Kepala Desa dan tokoh agama.
3.4
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan
pada kondisi yang alamiah (Natural
setting). Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Pengamatan (Observasi)
Teknik
pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek
penelitian di lapangan, yakni proses dan bentuk integrasi antar etnik serta
harmonisasi sosial yang terjaga. Dengan observasi di lapangan, peneliti akan
lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial.
b. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam,
maka peneliti akan melakukan wawancara secara langsung dengan para informan. Dengan
wawancara mendalam, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam
tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi,
dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Wawancara ini dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan informasi, keterangan,
fakta, pendapat serta tanggapan mengenai wujud harmonisasi sosial melalui
integrasi antar etnik yang terjadi di Desa Kasimbar.
c. Dokumentasi
Pada
tahap pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi ini merupakan cara
mengumpulkan data dengan memanfaatkan hasil/gambar yang diambil saat berada di
lapangan atau pada saat penulis
melakukan
penelitian.Pada
teknik ini, penulis mengambil gambar dari apa yang hendak
diteliti
dan
dianalisis, seperti
pada
saat
wawancara
penulis
atau
kegiatan-kegiatan
lainnya yang bias melengkapi data dari
hasil
penelitian
penulis.
3.5 Interpretasi
Data
Setelah mengumpulkan
seluruh data yang memiliki kesesuaian dengan objek penelitian, maka penulis
kemudian mengelola data tersebut untuk dijadikan jawaban dari penelitian dengan
menggunakan metode kualitatif.
Secara
kualitatif, data akan dikelola dengan menganalisis gambaran mengenai hubungan-hubungan
yang terjadi dalam proses integrasi antar etnik di desa Kasimbar. Hasil dari
pengolahan panduan observasi dan wawancara serta dokumentasi dapat menunjang jawaban
dari masalah penelitian.
RENCANA ISI SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Penilitian
1.4 Sistematika
Pembahasan
BAB II KERANGKA ACUAN
TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1
Interaksi Sosial
2.1.2 Paguyuban (Gemeinscaft)
2.1.3 Integrasi dan Harmonisasi Sosial
2.1.4 Masyarakat dan Etnik
2.2
Definisi Konsep
BAB III METODE
PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
3.2
Lokasi Penelitian
3.3
Populasi dan Sampel
3.4
Teknik Pengumpulan Data
3.5
Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1
Sejarah Singkat Desa Kasimbar
4.1.2
Keadaan Geografis
4.1.3
Keadaan Demografis
4.1.4
Keadaan Sosial, Budaya dan Ekonomi
4.2 PEMBAHASAN
4.1.4 Interaksi Sosial
4.1.2 Paguyuban (Gemeinscaft)
4.1.3 Integrasi dan Harmonisasi Sosial
4.1.4 Masyarakat dan Etnik
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan.
5.2
Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PEDOMAN
WAWANCARA
BIODATA PENULIS
PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas
Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Agama :
5. Etnis :
B. Pertanyaan
1. Bagaimana toleransi antar umat beragama di Desa
Kasimbar.
2. Apakah ada kebudayaan dari etnis tertentu yang
mendominasi di desa Kasimbar?.
3. Bagaimana pendapat dalam melihat hubungan yang
terjadi antar warga masyarakat dalam bertetangga.
4. Apakah warga masyarakat disini dalam pergaulan
terjadi pengelompokkan sesuai dengan etnis mereka.
5. Bagaimana etnis-etnis tersebut melakukan hubungan
dengan etnis lainnya.
6. Dalam hubungan tersebut, kendala-kendala apa yang
dapat menyebabkan hubungan diantara mereka tidak baik.
7.
Faktor-faktor
apa yang menunjang terjadinya hubungan yang baik dengan warga masyarakat dari
etnis lainnya.
8.
Pada hubungan
tersebut, kondisi yang menentukan terhadap proses integrasi antar etnis di Desa
Kasimbar?.
9.
Bagaimana
integrasi antar etnik bisa terjalin di Desa Kasimbar.
10.
Bagaimana
bentuk-bentuk integrasi antar etnik di Desa Kasimbar.
11.
Apa pendapat
mengenai wujud harmonisasi dalam masyarakat.
12.
Apakah ada
kecenderungan terjadinya konflik antar etnik di Desa Kasimbar.
13.
Bagaimana
pendapat mengenai konflik tersebut.
14. Bagaimana bentuk penyelesaian yang digunakan warga
terhadap konflik yang terjadi.
15.
Bagaimana sikap
dalam menjaga harmonisasi sosial di Desa Kasimbar.?